Chapter 1
Sauna di Dunia Lain
Aku sedang berada di dunia lain, berkeringat di sauna bersama seorang wanita yang telanjang bulat.
Apa sebenarnya yang terjadi di sini?
Di dalam ruangan yang diterangi cahaya oranye redup, udara panas yang menyengat seolah membakar permukaan kulitku. Butiran keringat mulai bermunculan di kulitku yang terbuka. Begitu pula dengan wanita yang duduk telanjang di sebelahku.
Dia mungkin masih awal dua puluhan. Di dalam ruangan panas ini, rambutnya yang berwarna merah menyala terikat menjadi ponytail mengembang sepanjang bahu. Kulitnya yang awalnya putih bersinar kini memerah karena kepanasan. Lengannya yang ramping, paha yang berisi, dan terutama payudaranya yang montok basah oleh keringat yang terus mengalir.
Awalnya, dia malu-malu menutupi dada dengan tangannya, tapi sekarang, kecuali handuk kecil di pangkuannya, dia sudah tidak peduli lagi. Tampaknya rasa panas telah menghilangkan semua rasa malunya.
Wajahnya yang cantik seperti boneka sekarang menyeringai kesakitan karena kepanasan. Alisnya yang tipis berkerut, dan matanya yang sipit tertutup lemas.
Melihatnya telanjang seperti itu, wajar jika kontolku mulai berdiri.
Apa mau dikata? Aku sedang berada di sauna, telanjang, bersama seorang wanita. Mustahil untuk tidak terangsang.
Dia adalah orang pertama yang kutemui di dunia lain yang kusasar ini. Kami baru saja bertemu, bahkan bisa dibilang tidak saling mengenal.
Tapi, sekarang kami telanjang. Di sauna.
Tiba-tiba, dia menangkap tatapanku. Matanya bertemu denganku, lalu perlahan dia membuka mulutnya.
"Haah... haah..."
Napasnya tergesa-gesa, mungkin karena kepanasan. Aku tidak pernah menyangka melihat wanita telanjang, berkeringat, dan terengah-engah bisa terasa begitu mesum.
Lalu, di hadapanku, wanita itu berteriak:
"Nggaaahhh! Panas bangettttt! Aku mau matiiiiii!"
Suasana sauna yang tadi tenang langsung hancur berantakan.
Aku merasa malu karena baru saja terangsang melihatnya berkeringat dalam keadaan telanjang.
Sepertinya dia belum pernah masuk sauna sebelumnya. Makanya, dia tidak tahan dengan panasnya.
Begitu mulai berteriak, dia seperti melepaskan semua kekesalannya tanpa henti.
"Panas panas panas! Aku tidak tahan, aku akan mati!"
"Tenang saja. Kamu tidak akan mati, dan ini juga tidak panas."
"Tidak, ini jelas panas! Akui saja!"
"Jangan berisik begitu. Daripada sauna, kamu yang bikin gerah."
"Panas! Panas! Kulitku terbakar! Rasanya seperti berada di dalam kantung api Naga merah!"
"Aku tidak tahu soal Naga merah, tapi sauna ini sepertinya tidak sampai segitu panasnya."
"Kantung api Naga merah adalah organ tempat Naga merah memurnikan apinya, dipenuhi api bersuhu super panas 2000 derajat Celsius!"
"Meskipun sauna ini panas, pasti tidak sampai segitunya."
"Aku tidak tahan lagi! Aku akan meleleh dan mati di sini!"
"Tenanglah. Sauna ini paling-paling hanya sekitar 100 derajat."
"100 derajat? Eh, jadi memang 100 derajat?!"
"Ya, 100 derajat."
"Aku akan mati!"
"Tidak akan."
"Akan! 100 derajat, kan?! Jika air mendidih 100 derajat dituangkan ke tubuhku, aku akan terbakar parah, kulit melepuh, dan mati direbus sampai merah, kan?!"
"Kenapa detailnya tentang luka bakar begitu spesifik? 100 derajat di sauna berbeda dengan 100 derajat air mendidih, kamu tidak akan mati, jadi tenanglah."
Katanya, 100 derajat dalam bentuk gas berbeda dengan cairan karena tidak mudah menyalurkan panas atau semacamnya.
Wanita di depanku telanjang bulat, hanya menutupi area sensitifnya dengan handuk, sementara payudara dan kakinya terbuka. Meski memamerkan tubuhnya yang seksi dan montok, tingkah lakunya justru kacau karena kepanasan.
Untungnya, aku jadi tidak terlalu sadar akan kondisi telanjangku dan bisa berbicara dengan normal.
"Ah, ayah dan ibu yang telah tiada. Setelah diusir dari kelompok petualang, aku kembali ke kampung halaman, dan sekarang akan berangkat menemui kalian setelah dipanaskan hingga 100 derajat oleh pria misterius di sini. Maafkan anakmu yang durhaka ini."
"Hmm. Judul novel baru atau apa? Terlalu panjang, tapi jadi penasaran ingin membacanya."
"Bukan! Itu adalah kondisiku sekarang!"
"Kalau dipikir-pikir, situasimu memang luar biasa ya."
"Mulut mana yang bicara?!"
Dia menghela napas kesal dan memalingkan wajahnya.
Kulihat dia menunduk dan bergumam pelan.
"Panas panas panas panas panas panas panas panas panas panas..."
"................"
Dia terus mengulangi kata "panas" seperti mantra. Agak menyeramkan.
Aku menghela napas panjang dan menutup mata. Meski asyik bercanda dengan wanita di sauna, penting juga untuk benar-benar merasakan panas dan menghangatkan tubuh.
Nah. Bagaimana bisa aku berkeringat bersama wanita yang baru pertama kali mencoba sauna di dunia lain ini?
Untuk menceritakannya, aku harus mulai dari setengah hari sebelumnya, saat pertama kali tiba di dunia ini.
♨ ♨ ♨


















